Pada 3 Desember 2024, Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, mengejutkan dunia dengan mengumumkan pemberlakuan darurat militer di negara tersebut. Langkah ini menandai pertama kalinya dalam beberapa dekade Korea Selatan menerapkan tindakan semacam itu, mengingat sejarah panjang negara ini dengan pemerintahan militer.
Apa Itu Darurat Militer?
Darurat militer adalah suatu kondisi ketika kekuasaan sipil dalam suatu negara atau wilayah digantikan atau dibatasi oleh kekuasaan militer. Situasi ini biasanya diterapkan oleh pemerintah sebagai tanggapan atas keadaan darurat tertentu, seperti ancaman keamanan, kerusuhan besar, pemberontakan, perang, atau bencana alam yang meluas. Dalam kondisi darurat militer, militer memiliki kewenangan untuk mengambil alih fungsi pemerintahan sipil guna menjaga stabilitas dan keamanan nasional.
Latar Belakang Pemberlakuan Darurat Militer
Meskipun alasan spesifik di balik keputusan Presiden Yoon tidak dijelaskan secara rinci, situasi keamanan yang tegang di Semenanjung Korea sering menjadi faktor pemicu tindakan semacam ini. Ancaman dari Korea Utara, termasuk uji coba rudal dan aktivitas militer lainnya, telah lama menjadi sumber ketegangan di kawasan tersebut. Namun, dalam kasus ini, tidak ada laporan langsung tentang provokasi baru dari Korea Utara yang dapat menjelaskan keputusan darurat militer.
Reaksi Domestik dan Internasional
Pengumuman darurat militer segera memicu reaksi dari berbagai kalangan, baik di dalam maupun luar negeri. Majelis Nasional Korea Selatan dengan cepat mengadakan sidang dan memberikan suara untuk meminta pencabutan darurat militer tersebut. Menanggapi hal ini, beberapa jam setelah pengumuman awal, Presiden Yoon setuju untuk mencabut status darurat militer, menunjukkan respons terhadap tekanan legislatif dan publik.
Di tingkat internasional, negara-negara sekutu dan organisasi internasional menyatakan keprihatinan mereka. Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Korea Selatan, melalui Dewan Keamanan Nasional, menyatakan bahwa mereka memantau situasi dengan cermat. Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa mereka tidak diberi tahu sebelumnya tentang niat Yoon untuk mendeklarasikan darurat militer. Juru bicara Departemen Luar Negeri, Vedant Patel, menyatakan “keprihatinan serius” atas perkembangan yang sedang berlangsung sambil menegaskan kembali aliansi “kokoh” Amerika Serikat dengan Korea Selatan.
Dampak Ekonomi
Pemberlakuan dan pencabutan cepat darurat militer juga memiliki dampak ekonomi. Pasar keuangan menunjukkan volatilitas sebagai respons terhadap ketidakpastian politik. Menariknya, pasar kripto mengalami kebangkitan setelah pencabutan darurat militer, menunjukkan sensitivitas investor terhadap stabilitas politik di Korea Selatan.
Sejarah Penerapan Darurat Militer di Korea Selatan
Korea Selatan memiliki sejarah panjang terkait penerapan darurat militer, terutama pada masa-masa ketidakstabilan politik dan ancaman keamanan. Sejak negara ini berdiri pada tahun 1948, darurat militer telah beberapa kali diberlakukan, baik untuk menghadapi ancaman eksternal maupun konflik internal. Berikut adalah rincian sejarah penerapan darurat militer di Korea Selatan:
1. Darurat Militer Selama Perang Korea (1950-1953)
Perang Korea yang berlangsung dari tahun 1950 hingga 1953 adalah salah satu konflik paling berdarah dalam sejarah Semenanjung Korea. Selama perang, sebagian besar wilayah Korea Selatan berada di bawah kendali militer untuk menghadapi invasi dari Korea Utara.
- Tujuan: Mengoordinasikan pertahanan nasional dan memastikan stabilitas di tengah perang.
- Dampak: Banyak wilayah yang mengalami pembatasan hak sipil, dengan fokus utama pada pengamanan wilayah strategis.
2. Darurat Militer di Masa Syngman Rhee (1960)
Presiden pertama Korea Selatan, Syngman Rhee, menghadapi gelombang protes besar-besaran karena tuduhan korupsi dan manipulasi pemilu. Protes ini memuncak dalam Revolusi 19 April 1960, yang menuntut pengunduran dirinya.
Pemerintah memberlakukan darurat militer untuk menekan demonstrasi. Namun, langkah ini gagal mengendalikan situasi, dan Syngman Rhee akhirnya mundur dari jabatannya.
3. Kudeta Militer Park Chung-hee (1961)
Setelah pengunduran diri Syngman Rhee, Korea Selatan mengalami kekosongan kekuasaan dan ketidakstabilan politik. Pada 16 Mei 1961, Jenderal Park Chung-hee memimpin kudeta militer yang berhasil menggulingkan pemerintahan sipil.
Darurat militer diberlakukan untuk memperkuat kekuasaan militer dan menstabilkan negara. Park kemudian menjadi presiden dan memimpin Korea Selatan dengan tangan besi hingga tahun 1979.
Pemerintahan militer membawa kemajuan ekonomi (dikenal sebagai “Miracle on the Han River”), tetapi juga disertai dengan pelanggaran hak asasi manusia.
4. Darurat Militer Saat Pembunuhan Park Chung-hee (1979)
Pada 26 Oktober 1979, Presiden Park Chung-hee dibunuh oleh kepala intelijennya sendiri, Kim Jae-gyu. Peristiwa ini menciptakan kekosongan kekuasaan yang memicu ketegangan politik.
Tindakan:
Militer, yang dipimpin oleh Jenderal Chun Doo-hwan, memberlakukan darurat militer untuk mengendalikan situasi.
Hasil:
Pada 12 Desember 1979, Chun Doo-hwan memimpin kudeta untuk mengambil alih kekuasaan. Ia kemudian menjadi presiden Korea Selatan.
5. Pemberontakan Gwangju dan Darurat Militer (1980)
Pada Mei 1980, gerakan pro-demokrasi di kota Gwangju meletus, menuntut diakhirinya kekuasaan militer dan pemulihan demokrasi. Pemerintahan Chun Doo-hwan merespons dengan menerapkan darurat militer di seluruh negeri.
Pasukan militer dikerahkan ke Gwangju untuk menekan pemberontakan. Tindakan keras ini menyebabkan ratusan hingga ribuan orang tewas dalam apa yang dikenal sebagai Pembantaian Gwangju.
Peristiwa ini menjadi simbol perjuangan rakyat Korea Selatan untuk demokrasi, meskipun darurat militer tetap diberlakukan hingga akhir tahun 1980.
6. Era Demokrasi dan Akhir Darurat Militer (1987)
Tekanan internasional dan protes besar-besaran di dalam negeri pada tahun 1987 memaksa pemerintah Chun Doo-hwan untuk mengakhiri pemerintahan militer. Amandemen konstitusi diterapkan, membuka jalan bagi pemilihan presiden secara langsung.
Setelah 1987, Korea Selatan secara bertahap bertransformasi menjadi negara demokrasi. Sejak itu, darurat militer tidak lagi diterapkan, meskipun negara tetap mempertahankan kekuatan militer yang kuat.
7. Pemberlakuan Singkat Darurat Militer (Desember 2024)
Insiden ini menimbulkan diskusi mengenai stabilitas politik dan ancaman potensial terhadap demokrasi di Korea Selatan.
Pada Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol secara mengejutkan mengumumkan darurat militer. Meskipun alasan spesifiknya tidak sepenuhnya jelas, situasi keamanan di Semenanjung Korea sering menjadi faktor pemicu.
Setelah mendapatkan tekanan dari Majelis Nasional dan masyarakat internasional, status darurat militer dicabut beberapa jam setelah diumumkan.
Pemberlakuan Singkat Darurat Militer Desember 2024
Pemberlakuan singkat darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada Desember 2024 menyoroti kompleksitas politik dan keamanan di Korea Selatan. Meskipun status tersebut dengan cepat dicabut, peristiwa ini menekankan perlunya keseimbangan antara keamanan nasional dan pemeliharaan proses demokrasi. Reaksi cepat dari lembaga legislatif dan komunitas internasional menunjukkan komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil atas militer di Korea Selatan.