Isu mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat ke permukaan setelah Roy Suryo, pakar telematika dan mantan Menpora, membawa bukti digital ke Bareskrim. Dengan keyakinan sebesar 99,9 persen bahwa ijazah tersebut palsu, Roy Suryo melakukan analisis digital secara mendalam dan menuding adanya banyak kejanggalan yang menuntut klarifikasi secara hukum dan ilmiah.
Awal Mula Polemik Ijazah Jokowi
Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi sudah berulang kali menjadi polemik sejak 2022. Isu ini semakin memanas ketika Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) meminta gelar perkara khusus ke Bareskrim pada pertengahan 2025, menuntut penyelidikan ulang atas dokumen yang dipertanyakan keasliannya. Di tengah perdebatan tersebut, Roy Suryo tampil membawa dua versi ijazah digital Jokowi yang menurutnya penuh kejanggalan dan perlu diuji forensik.
Metode Analisis Digital Roy Suryo: ELA dan Face Recognition
Error Level Analysis (ELA)
Roy Suryo membandingkan dua dokumen ijazah Jokowi: versi berwarna yang diunggah politisi PSI dan versi fotokopi yang diserahkan ke Bareskrim. Melalui ELA, Roy menemukan kerusakan digital yang menurutnya tidak wajar pada ijazah Jokowi—logo kabur, bagian tulisan dan foto kurang jelas, berbeda jauh dengan hasil ELA atas ijazah Roy sendiri yang detail logonya tetap utuh dan tulisan tidak blur.
Face Recognition
Tak hanya ELA, Roy juga melakukan face recognition untuk membandingkan foto di ijazah dengan wajah Jokowi masa kini. Hasilnya, menurut Roy, foto itu “tidak match” dengan wajah Jokowi sekarang, sehingga memperkuat dugaan manipulasi dokumen. Semua temuan ini ia bawa sebagai bukti ke Bareskrim.
Inkonstistensi Data Historis pada Dokumen Ijazah
Roy Suryo turut menyoroti nama dan gelar dekan Fakultas Kehutanan UGM yang tercantum dalam ijazah Jokowi tahun 1985. Pada dokumen itu, tertulis “Profesor Achmad Sumitro” sebagai penandatangan, padahal menurut catatan resmi, Achmad Sumitro baru menyandang gelar profesor pada 1986. Hal ini dipandang Roy sebagai kejanggalan historis yang patut diuji ulang secara administratif dan akademik.
Proses Hukum di Bareskrim: Gelar Perkara Ulang
Setelah proses gelar perkara sempat tertunda pada Mei dan Juni, akhirnya pada Juli 2025, Bareskrim menggelar sidang lanjutan dengan menghadirkan Roy Suryo, para pengacara TPUA, serta sejumlah saksi dan ahli. Dalam proses ini, Roy membawa bukti digital lengkap untuk mendukung klaimnya. Ia juga meminta agar pihak-pihak seperti Komnas HAM, DPR, bahkan UGM dilibatkan dalam pembuktian lebih lanjut agar transparansi kasus terjaga.
Kritik Pakar Digital Forensik dan Pembelaan Roy Suryo
Pandangan Pakar Forensik
Sejumlah pakar forensik digital menyoroti bahwa metode Error Level Analysis sebetulnya hanya optimal untuk file digital, bukan dokumen analog seperti ijazah fisik. Analisis digital di mata mereka bisa keliru jika sumber dokumen adalah hasil scan atau foto, bukan file asli digital.
Respons Roy Suryo
Roy membela diri dengan menyebut bahwa metode digital yang ia pakai tetap relevan untuk mendeteksi manipulasi pada dokumen yang sudah beredar secara daring. Selain itu, ia menilai ELA tetap dapat mengidentifikasi tanda-tanda rekayasa digital, setidaknya sebagai langkah awal sebelum dilakukan pembuktian fisik secara manual oleh pihak berwenang.
Reaksi Politik, Publik, dan Dunia Akademik
Kasus ini mendapat respons luas dari berbagai pihak. Sejumlah pengamat menilai langkah Roy Suryo berisiko menjadi alat politisasi, apalagi menjelang tahun politik. Di sisi lain, kubu pendukung Jokowi dan UGM menyatakan bahwa ijazah asli tetap berada di tangan Jokowi dan sudah diakui keabsahannya oleh UGM secara resmi. Diskursus tentang transparansi, fitnah, dan perlunya klarifikasi faktual kini menjadi bola panas di ruang publik.
Sisi Sejarah: Polemik Serupa Sejak 2015
Sebenarnya, isu ijazah Jokowi bukan hal baru. Sejak 2015, isu soal font, watermark, serta rincian dokumen sudah pernah muncul. Namun, perdebatan selalu berakhir tanpa kesimpulan hukum karena dokumen fisik belum pernah diperlihatkan secara terbuka kepada publik atau diuji secara forensik fisik.
Tahap Lanjutan dan Implikasi Kasus
Bareskrim kini diharapkan memproses pembuktian, baik melalui pemeriksaan fisik dokumen asli, verifikasi ke UGM, hingga analisis digital yang lebih komprehensif. Proses ini juga berpotensi melibatkan Komnas HAM dan DPR untuk menjamin objektivitas dan transparansi.
Antara Ilmu Forensik, Politik, dan Transparansi Publik
Kontroversi ijazah Jokowi yang dibawa Roy Suryo ke Bareskrim menjadi ajang perdebatan antara sains digital, keabsahan administratif, dan persepsi publik. Bagaimana hasil akhir penyelidikan ini akan sangat menentukan kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik, mekanisme pengawasan, dan integritas lembaga pendidikan tinggi. Ke depan, hasil dari kasus ini bisa menjadi preseden penting bagi transparansi dokumen pejabat negara di Indonesia.