Prabowo Ungkap Penyebab Orang Miskin Indonesia Sulit Naik Status Jadi Middle Class

Keuangan46 Views

Indonesia telah mencatat pertumbuhan ekonomi yang stabil selama dua dekade terakhir, namun ironi besarnya adalah jumlah penduduk miskin yang sulit menembus batas kelas menengah. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Prabowo Subianto secara tegas mengungkapkan faktor utama yang menyebabkan masyarakat miskin Indonesia kesulitan naik kelas. Isu ini bukan hanya soal angka statistik, melainkan soal struktur ekonomi, kolusi, serta akses terhadap peluang yang timpang.

Akar Permasalahan: Kolusi dan Oligarki Kekayaan

Kolusi Antara Elite dan Pemerintah

Prabowo menyoroti bahwa salah satu penyebab utama sulitnya orang miskin Indonesia naik ke kelas menengah adalah adanya kolusi antara elite bisnis dan pejabat pemerintah. Ia menyebutkan bahwa struktur kekuasaan dan ekonomi terlalu terpusat di tangan segelintir orang, sehingga peluang bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan akses pendidikan berkualitas, pekerjaan layak, dan modal usaha sangat sempit.

Oligarki dan Distribusi Kekayaan

Ekonomi Indonesia saat ini dikuasai oleh segelintir konglomerat dan oligarki yang memonopoli sektor-sektor strategis. Konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi lebih banyak dinikmati kelompok elite, sementara masyarakat bawah hanya mendapatkan sisa-sisa pertumbuhan. Data dari Bank Dunia bahkan menunjukkan kelas menengah Indonesia menurun drastis sejak pandemi, dari 23% menjadi di bawah 17% pada 2025.

Struktur Ekonomi dan Sektor Informal

Dominasi Sektor Informal dan Masalah Upah

Lebih dari 60% masyarakat Indonesia bekerja di sektor informal, yang umumnya memiliki penghasilan tidak tetap, tanpa jaminan kesehatan, dan risiko pemutusan kerja tinggi. Ini membuat mobilitas sosial menjadi sulit, karena masyarakat miskin tidak mampu menabung atau berinvestasi untuk masa depan.

Ekonomi Komoditas dan Ketimpangan Peluang

Ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas seperti sawit, batu bara, dan mineral membuat struktur ekonomi sangat rentan terhadap fluktuasi harga global. Lapangan kerja di sektor ini juga lebih sedikit dan kurang padat karya, sehingga tidak mampu menyerap tenaga kerja miskin secara masif ke sektor formal yang lebih stabil.

Kebijakan Pemerintah: Antara Data dan Realita

Angka Kemiskinan yang Menipu

Prabowo mengkritik bahwa data resmi tingkat kemiskinan di Indonesia kerap menyesatkan. Meskipun angka resmi BPS di bawah 10%, World Bank menegaskan sekitar 60% masyarakat hidup dengan penghasilan di bawah $6,85 per hari. Ini berarti mayoritas rakyat hidup rentan dan mudah kembali ke jurang kemiskinan ketika terjadi krisis.

Keterbatasan Program Sosial

Beberapa program sosial seperti bansos dan bantuan pendidikan memang membantu, tapi belum menyentuh akar masalah kemiskinan struktural. Kebijakan makan gratis untuk pelajar dan siswa hanya menyelesaikan sebagian kecil masalah, sementara akses pendidikan dan kesehatan berkualitas masih jauh dari ideal.

Faktor Pendidikan, Kesehatan, dan Modal Sosial

Pendidikan Belum Merata

Keterbatasan akses ke pendidikan berkualitas masih menjadi momok. Sekolah di pedesaan kekurangan guru, fasilitas, dan dana. Pelatihan vokasi belum masif, sehingga lulusan banyak yang tidak siap bersaing di dunia kerja.

Masalah Kesehatan dan Stunting

Prevalensi stunting dan gizi buruk di kalangan masyarakat miskin tetap tinggi. Ini berdampak pada produktivitas generasi muda dan membatasi potensi mereka untuk naik kelas.

Keterbatasan Akses Modal

Skema kredit dan pembiayaan usaha masih lebih mudah dinikmati kelompok yang sudah mapan. Bagi masyarakat miskin, akses ke perbankan dan modal usaha seringkali hanya mimpi. UMKM yang digadang sebagai tulang punggung ekonomi justru sulit berkembang tanpa dukungan pembiayaan yang inklusif.

Ketimpangan Peluang Kerja dan Pendapatan

Kesulitan Mendapatkan Pekerjaan Layak

Banyak pekerjaan formal mensyaratkan pendidikan tinggi, pengalaman, atau relasi. Orang miskin yang tak punya akses pendidikan tinggi atau jaringan, akhirnya terjebak dalam pekerjaan informal berpenghasilan rendah.

Ketimpangan Upah dan Daya Beli

Ketimpangan upah yang terjadi juga membuat masyarakat bawah sulit menabung atau berinvestasi untuk meningkatkan taraf hidup. Inflasi yang tinggi semakin memperberat beban hidup masyarakat rentan.

Tantangan Ekonomi Makro: Daya Beli dan Pajak

Menurunnya Konsumsi Kelas Menengah

Turunnya jumlah kelas menengah secara langsung menekan konsumsi domestik dan sektor ritel. Industri otomotif, elektronik, hingga makanan cepat saji mengalami penurunan penjualan karena daya beli masyarakat melemah.

Dampak pada Pendapatan Pajak

Kelas menengah merupakan penyumbang terbesar pajak. Penurunan jumlah mereka membuat penerimaan pajak negara berkurang, sehingga ruang fiskal untuk subsidi, pendidikan, dan infrastruktur ikut tertekan.

Solusi: Reformasi Struktural dan Kebijakan Berkeadilan

Transformasi Industri dan Penciptaan Lapangan Kerja Formal

Prabowo mendorong industrialisasi berbasis manufaktur padat karya agar masyarakat miskin bisa mengakses pekerjaan tetap dan bergaji layak. Hal ini memerlukan investasi besar, transfer teknologi, dan pelatihan tenaga kerja.

Reformasi Pembiayaan UMKM dan Perbankan

Akses permodalan harus diperluas dengan memperbanyak kredit mikro tanpa agunan, serta pelatihan kewirausahaan bagi kelompok rentan. Dengan dukungan modal yang inklusif, UMKM dapat menjadi penggerak ekonomi rakyat.

Pemerataan Pendidikan dan Kesehatan

Kebijakan makan bergizi gratis bagi siswa adalah langkah awal, namun harus dilanjutkan dengan investasi pendidikan, pelatihan vokasi, beasiswa, dan layanan kesehatan preventif agar masyarakat miskin punya daya saing di pasar kerja.

Pemberantasan Korupsi dan Kolusi

Reformasi birokrasi dan penegakan hukum sangat penting untuk memutus rantai kolusi antar-elite. Prabowo menegaskan bahwa tanpa keadilan dalam distribusi kekayaan, pertumbuhan ekonomi hanya akan memperlebar jurang ketimpangan.

Evaluasi dan Harapan ke Depan

Peran Sektor Swasta dan Masyarakat Sipil

Sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil harus diperkuat. Program pelatihan, magang, dan inkubasi bisnis harus menjangkau hingga desa-desa dan komunitas rentan.

Penegakan Transparansi dan Pengawasan Publik

Media dan masyarakat harus aktif mengawasi implementasi kebijakan pemerintah. Transparansi anggaran, evaluasi program, dan keterbukaan data sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan dana dan memastikan kebijakan tepat sasaran.

Menembus Tembok Kemiskinan Struktural

Prabowo menyoroti bahwa kemiskinan di Indonesia adalah persoalan struktural, bukan sekadar kurang kerja keras. Sistem yang timpang, akses yang terbatas, dan kolusi elite menjadi penghalang utama bagi masyarakat miskin untuk naik kelas. Jalan keluar hanya bisa dicapai melalui reformasi sistemik: pemerataan akses pendidikan, kesehatan, pembiayaan, serta penegakan hukum tanpa tebang pilih. Jika reformasi berjalan konsisten dan kolaborasi semua pihak terjaga, mimpi Indonesia tanpa kemiskinan struktural bukanlah mustahil.