Shell bantah Rumor akan menutup seluruh SPBU di Indonesia !

Bisnis56 Views

Baru-baru ini, beredar kabar bahwa Shell Indonesia berencana menutup seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mereka di Indonesia. Menanggapi rumor tersebut, Vice President Corporate Relations Shell Indonesia, Susi Hutapea, menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar. Susi menyatakan bahwa Shell Indonesia tetap berkomitmen melayani pelanggan dan fokus pada operasional bisnis mereka di Indonesia.

Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, mengakui telah mendengar rumor mengenai rencana Shell menutup SPBU mereka di Indonesia. Namun, Moshe menekankan bahwa informasi tersebut masih sebatas rumor dan menyarankan untuk mengonfirmasi langsung kepada pihak Shell Indonesia.

Sejarah Shell di Indonesia: Dari Awal Penemuan Hingga Perkembangan Terkini

Shell, perusahaan energi multinasional asal Belanda, memiliki sejarah panjang dan erat dengan Indonesia. Kisah ini dimulai pada akhir abad ke-19 dan terus berkembang hingga saat ini.

Awal Penemuan Minyak di Sumatra

Pada tahun 1884, Aeilko Jans Zijlker, seorang warga negara Belanda, menemukan jejak minyak di wilayah Sumatra. Dengan izin dari Sultan Langkat, ia melakukan pengeboran pertama, namun sumur tersebut tidak menghasilkan minyak. Setahun kemudian, pada 1885, Zijlker berhasil mengebor sumur Telaga Tunggal 1 di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara, yang menghasilkan minyak dalam jumlah komersial.

Pembentukan Royal Dutch Petroleum Company

Keberhasilan penemuan minyak ini mendorong Zijlker untuk mendirikan perusahaan minyak. Pada tahun 1890, ia mendirikan Royal Dutch Petroleum Company di Den Haag, Belanda, yang menjadi cikal bakal Shell. Perusahaan ini fokus pada eksplorasi dan produksi minyak di wilayah Hindia Belanda, khususnya di Sumatra.

Penggabungan dengan Shell Transport and Trading Company

Pada Februari 1907, Royal Dutch Petroleum Company bergabung dengan “Shell” Transport and Trading Company Ltd dari Inggris, membentuk Royal Dutch/Shell Group. Penggabungan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing terhadap perusahaan minyak lain, seperti Standard Oil.

Dominasi di Industri Minyak Indonesia

Setelah penggabungan, Shell melalui anak perusahaannya, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), mendominasi industri minyak di Indonesia selama era kolonial. BPM mengoperasikan berbagai ladang minyak dan kilang, menjadikannya salah satu perusahaan terbesar di Hindia Belanda saat itu.

Masa Pendudukan Jepang dan Nasionalisasi

Selama pendudukan Jepang pada Perang Dunia II, operasi Shell di Indonesia terhenti. Setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah mengambil alih aset-aset perusahaan asing, termasuk milik Shell. Pada tahun 1957, ladang minyak Pangkalan Brandan menjadi aset utama perusahaan minyak nasional Indonesia yang baru dibentuk, Permina, yang kemudian menjadi Pertamina.

Kembalinya Shell ke Indonesia

Setelah beberapa dekade absen, Shell kembali ke Indonesia pada awal 2000-an. Pada 1 November 2005, Shell membuka SPBU pertamanya di Karawaci, Tangerang, menjadikannya perusahaan minyak internasional pertama yang masuk ke bisnis ritel BBM di Indonesia setelah 40 tahun. Hingga kini, Shell telah membangun lebih dari 170 SPBU di berbagai wilayah, termasuk Jabodetabek, Bandung, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

Komitmen Terhadap Pembangunan Berkelanjutan

Selain bisnis ritel, Shell Indonesia juga aktif dalam pemasaran dan perdagangan pelumas, baik secara langsung maupun melalui distributor resmi. Perusahaan ini memiliki pabrik pelumas di Marunda dan terminal penyimpanan bahan bakar di Gresik, Jawa Timur. Shell Indonesia berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan di wilayah dan komunitas tempat mereka beroperasi.

Dengan sejarah panjang yang dimulai dari penemuan minyak di Sumatra hingga perkembangan bisnis ritel dan pelumas saat ini, Shell Indonesia terus berperan dalam industri energi nasional, beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan pasar.

Tanggapan Dari BPH Migas

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman, menanggapi isu ini dengan menyatakan bahwa bisnis hilir migas, seperti penjualan BBM ritel di Indonesia, bersifat terbuka. Menurut Saleh, perusahaan dapat masuk atau keluar dari pasar sesuai dengan pertimbangan bisnis mereka. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut murni urusan bisnis dan tidak ada intervensi dari pihak lain.

Sebelumnya, pada Mei 2024, Shell Indonesia mengumumkan penghentian operasional sembilan SPBU mereka di Sumatra Utara, efektif per 1 Juni 2024. Keputusan ini sejalan dengan strategi global Shell untuk menciptakan produk dengan nilai lebih dan emisi yang lebih rendah, serta berfokus pada disiplin, penyederhanaan, dan kinerja bisnis.

Situasi Bisnis BBM di Indonesia

Pasar BBM di Indonesia saat ini semakin kompetitif dengan hadirnya berbagai pemain baru. Selain Pertamina dan Shell, perusahaan seperti BP-AKR dan Vivo Energy Indonesia turut meramaikan persaingan. BP-AKR, misalnya, telah mengembangkan 32 SPBU yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan Jawa Timur sejak beroperasi pada 2018. Mereka melihat potensi pasar BBM berkualitas di Indonesia terus tumbuh dan berencana untuk terus berekspansi.

Namun, persaingan yang semakin ketat ini juga menimbulkan tantangan bagi para pelaku industri. Pengetatan dan pengalihan subsidi BBM yang dilakukan pemerintah dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan, pada gilirannya, berdampak pada penjualan BBM. Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut bahwa kebijakan pengetatan subsidi BBM saat ini dapat menggerus perekonomian Indonesia.

Tantangan Persaingan dengan Pertamina

Dalam industri BBM ritel di Indonesia, Shell menghadapi persaingan ketat dengan PT Pertamina (Persero), perusahaan energi milik negara yang memiliki jaringan SPBU terluas di Indonesia. Pertamina memiliki keunggulan kompetitif, termasuk dukungan penuh dari pemerintah dan hak eksklusif untuk menjual BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar. Keunn Pertamina posisi dominan di pasar BBM ritel Indonesia.

Selain itu, harga BBM yang ditawarkan oleh Pertamina seringkali lebih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan swasta seperti Shell. Hal ini disebabkan oleh kemampuan Pertamina untuk menawarkan harga yang lebih rendah melalui subsidi pemerintah, sementara perusahaan swasta harus menyesuaikan harga mereka dengan fluktuasi pasar global dan biaya operasional yang lebih tinggi.

Meskipun demikian, Shell Indonesia menegaskan bahwa mereka tetap berkomitmen melayani pelanggan di Indonesia dan fokus pada operasional bisnis mereka. Pernyataan ini diharapkan dapat meredakan kekhawatiran masyarakat terkait keberlanjutan layanan SPBU Shell di Indonesia.