Trump Cabut Hak Harvard Terima Mahasiswa Asing dan Paksa Pindah Kampus

Headline128 Views

Pada 22 Mei 2025, dunia pendidikan tinggi internasional diguncang oleh keputusan kontroversial dari pemerintahan Presiden Donald Trump yang mencabut hak Harvard University dalam menerima mahasiswa asing. Keputusan ini diambil melalui pencabutan sertifikasi SEVP (Student and Exchange Visitor Program) yang secara efektif melarang Harvard menerima atau mempertahankan mahasiswa internasional. Lebih dari 6.800 mahasiswa asing kini dihadapkan pada situasi krisis: pindah kampus atau kehilangan status hukum di AS.

Latar Belakang Keputusan Pemerintah

Tuduhan Pelanggaran Keamanan dan Kebijakan Internal Harvard

Pemerintahan Trump, melalui Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), menuduh Harvard gagal menciptakan lingkungan aman bagi mahasiswa Yahudi serta diduga membiarkan penyebaran narasi pro-Hamas dalam program DEI (Diversity, Equity, and Inclusion). Dalam pernyataan resminya, Menteri DHS Kristi Noem menyebut bahwa Harvard menolak memberikan data disipliner dan dokumentasi digital terkait aktivitas mahasiswa asing yang dianggap terlibat aksi kekerasan.

Ketegangan Politik Lama antara Trump dan Harvard

Ketegangan antara Presiden Trump dan institusi seperti Harvard telah berlangsung sejak masa jabatan pertamanya. Harvard sering dikritik sebagai pusat liberalisme akademik yang menentang kebijakan imigrasi dan pendidikan Trump. Penolakan Harvard terhadap permintaan data mahasiswa asing yang terlibat protes menjadi puncak ketegangan yang akhirnya mendorong tindakan administratif berupa pencabutan hak SEVP.

Dampak Langsung terhadap Mahasiswa Internasional

Mahasiswa Terpaksa Cari Kampus Alternatif

Pencabutan sertifikasi SEVP berarti Harvard tidak dapat lagi menjadi sponsor visa bagi mahasiswa asing. Hal ini menyebabkan ribuan mahasiswa internasional harus segera mencari universitas alternatif yang masih memiliki izin SEVP aktif, jika ingin mempertahankan visa pelajar mereka. Jika tidak, mereka terancam dideportasi atau dipaksa kembali ke negara asal.

Ketidakpastian Masa Depan Akademik dan Emosional

Mahasiswa asing yang terdampak menyatakan kecemasan luar biasa terhadap masa depan akademik dan legalitas mereka di Amerika Serikat. Beberapa dari mereka berada pada tahap akhir studi atau sedang menjalani program penelitian penting. Keputusan ini bukan hanya menghancurkan rencana akademik, tapi juga mengguncang kestabilan emosional dan keuangan para mahasiswa tersebut.

Implikasi Finansial dan Akademik bagi Harvard

Kehilangan Pendapatan dan Citra Global

Mahasiswa internasional di Harvard dikenal sebagai penyumbang pendapatan signifikan, mengingat mereka membayar biaya kuliah penuh. Selain itu, keberadaan mereka memperkuat posisi Harvard sebagai universitas global yang multikultural. Dengan larangan ini, Harvard tidak hanya kehilangan pendapatan, tetapi juga menghadapi kerusakan reputasi internasional.

Dana Federal Diblokir

Sebagai langkah lanjutan, pemerintahan Trump juga membekukan dana federal senilai USD 2,3 miliar yang sebelumnya dialokasikan untuk penelitian dan program akademik di Harvard. Hal ini semakin memperberat beban keuangan universitas, sekaligus menunjukkan bahwa keputusan politik turut menyerang akar pendanaan pendidikan tinggi.

Respons Harvard dan Komunitas Internasional

Pernyataan Resmi dan Aksi Hukum

Pihak Harvard menyebut keputusan ini sebagai “pembalasan politik yang tidak konstitusional.” Dalam pernyataan publiknya, Harvard menegaskan komitmennya untuk mempertahankan hak pendidikan bagi mahasiswa internasional dan menyatakan akan mengajukan gugatan hukum terhadap pencabutan izin SEVP tersebut.

Kritik dari Pemerintah Asing dan Tokoh Dunia

Kecaman juga datang dari para pejabat luar negeri, termasuk Duta Besar Australia untuk AS, Kevin Rudd, yang menyebut keputusan Trump “mengganggu” dan merusak hubungan bilateral pendidikan. Pemerintah beberapa negara lain juga menyuarakan keprihatinan mereka atas nasib ribuan warganya yang tengah belajar di Harvard.

Dimensi Politik: Antara Keamanan Nasional dan Represi Akademik

Retorika Kampanye dan Polarisasi

Langkah terhadap Harvard merupakan bagian dari strategi kampanye Trump untuk menunjukkan ketegasan terhadap isu keamanan nasional dan ideologi radikal. Retorika kampanye menyasar universitas-universitas elite yang dituding mempromosikan nilai-nilai yang berseberangan dengan prinsip konservatif Amerika.

Program “Catch and Revoke”

Program inisiatif terbaru yang diperkenalkan adalah “Catch and Revoke,” sebuah sistem berbasis AI yang dirancang untuk memantau aktivitas media sosial mahasiswa asing. Mahasiswa yang menunjukkan dukungan terhadap Hamas atau organisasi sejenis dapat langsung kehilangan visa mereka tanpa melalui proses pengadilan. Program ini dikecam luas karena dianggap melanggar kebebasan berekspresi dan prinsip praduga tak bersalah.

Jalur Hukum dan Peluang Reversal Keputusan

Gugatan di Pengadilan Federal

Harvard mengajukan gugatan ke pengadilan federal, menuding pencabutan izin SEVP sebagai pelanggaran terhadap prinsip due process dan otonomi akademik. Pengacara Harvard menyatakan bahwa universitas memiliki hak untuk menolak permintaan dokumen yang tidak sesuai hukum.

Putusan Awal: Penangguhan Sementara

Seorang hakim federal telah mengeluarkan putusan sementara yang menangguhkan dampak keputusan Trump, memberikan waktu bagi mahasiswa internasional di Harvard untuk tidak segera dideportasi. Meski bukan kemenangan final, putusan ini memberi sedikit kelegaan dan ruang litigasi bagi Harvard untuk menyiapkan argumen lebih kuat.

Masa Depan Mahasiswa Asing dan Harvard

Upaya Adaptasi dan Relokasi

Banyak mahasiswa kini mempertimbangkan untuk pindah ke kampus-kampus lain di AS atau negara lain yang lebih ramah terhadap pelajar internasional. Kanada, Inggris, dan Australia menjadi tujuan alternatif paling populer. Beberapa universitas di AS juga menyatakan bersedia menerima transfer mahasiswa Harvard secara darurat.

Efek Domino pada Institusi Lain

Keputusan ini membuka kemungkinan bahwa universitas-universitas lain yang dianggap bertentangan dengan kebijakan Trump bisa mengalami nasib serupa. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan digunakannya kekuasaan eksekutif untuk mengontrol akademisi dan ideologi kampus secara luas.

Pendidikan sebagai Alat Politik atau Hak Universal?

Keputusan untuk mencabut hak Harvard menerima mahasiswa asing membuka diskusi luas tentang apakah pendidikan bisa atau seharusnya dijadikan alat politik. Ketika negara mulai menargetkan institusi pendidikan karena perbedaan ideologi atau keberanian bersuara, maka bukan hanya hak individu yang terancam, tetapi juga masa depan sistem pendidikan yang bebas, inklusif, dan independen.

Langkah ini dinilai oleh banyak pihak sebagai ancaman langsung terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Bagi mahasiswa, akademisi, dan masyarakat dunia, kasus ini menjadi simbol bahwa perjuangan untuk mempertahankan otonomi pendidikan tidak pernah usai—bahkan di negara yang selama ini dianggap sebagai kiblat kebebasan akademik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *